Kursi Patah

source: Google

"Assalamualaikum!" Ujar tujuh anak muda berjaket parasut serempak.

Suasana rumah tampak sepi, tetapi pintu depan masih terbuka dan lampu di ruang tamu masih menyala menandakan bahwa para penghuni masih terjaga.

"Walaikumsalam! Woy! masuk!" Jawab sosok pemuda tambun yang baru saja keluar dari kamar depan. Ia memegang tablet di tangan kanannya sambil menyodor-nyodorkannya ke arah tak menentu, menandakan Ia sedang mencari sinyal atau bahkan sekedar mencari pokemon.

Tujuh anak tadi, 2 pria dan 5 wanita, segera melepas alas kaki mereka dan duduk di bangku plastik yang berjejeran di teras, "Ga Usah. Di teras aja ah. Kita pengen main kartu!" Kata salah satu wanita tanpa basa-basi diikuti gelengan kepala sang pemuda tambun dan tawa dari teman-temannya.

"Iya, sekaligus melepas kangen sama kalian." Ujar salah seorang lagi tepat ketika tujuh orang penghuni rumah lainnya keluar dari bilik kamar mereka dan bergabung dengan para tamu di teras. Mereka saling berjabat tangan bahkan sampai berpelukan. Mengisyaratkan rindu yang terbalaskan setelah bersua.

Mereka memulai percakapan, saling melempar canda dan ejekan. Bukti telah lamanya pertemanan itu dijalin dan sebagai cara untuk lebih mengakrabkan diri dengan yang lainnya. Kue-kue dan minuman hangat mulai disajikan oleh para wanita penghuni rumah. Mereka dengan tulus melayani tamu-tamu mereka yang sudah dianggap keluarga sendiri.

Tapi, di malam yang hangat itu, ada dua mata yang sedang larut dalam pemandangannya sendiri. Mata dengan pupil yang membesar tiap kali menatap sudut teras yang sedang diisi oleh pemuda yang sedang menatap lurus pada telepon genggamnya dengan kalem. Menurut buku, segala hal yang membuat pupil matamu tiba-tiba membesar, itu menandakan jika kau tertarik pada objek tersebut. Dan ya, dua bola mata dengan pupil membesar itu dimiliki oleh seorang wanita dari kaum para tamu yang sedang menatapnya sesekali sambil tersenyum simpul. Sebut saja Nien, dan sekarang Ia sedang menatap Dim.

"Kenapa diam saja?" Tanya salah seorang tamu sambil memandang Dim.

"Iya, kenapa tidak berbaur bercerita dengan kami?" Tanya seseorang lagi.

Nien ingin sekali ikut bersuara, tapi kata-katanya seakan tercekat ditenggorokannya. Ia ingin Dim tetap diam hingga Ia bisa terus meliriknya secara diam-diam saat Dim sedang kalem, tapi disisi lain Ia juga ingin tahu banyak tentang Dim, Ia ingin membaca kepribadian Dim saat anak itu bercerita.

Dim hanya tersenyum simpul lalu berkata, "Lanjutkan saja cerita kalian."

Cool banget! Teriak Nien dalam hati. Membuatnya makin tertarik dan penasaran dengan Dim. Pria yang memikat hatinya hanya dengan sekali pandang saat pertemuan pertama mereka.

Salah satu penghuni rumah, dengan mata setajam elang, rupanya Ia memperhatikan Nien sedari tadi. Mengamati tingkah Nien yang selalu curi-curi pandang ke arah Dim. Dengan seriba satu jurus usilnya, melihat Nien yang tertarik dengan Dim pastilah membuat wanita itu menjadi sasaran empuk kejahilannya.

"Cie.. Nien kok curi-curi pandang terus ke Dim? Suka ya?" Goda pria elang tadi. Refleks, semua orang menatap pada Nien yang memang tengah memperhatikan Dim.

"Ah.. eh.." Ujar Nien gelagapan sambil memainkan tangannya. Dim pun langsung memperhatikan Nien sambil tertawa kecil.

"CIEEEEE!" Kata teman-temannya bersamaan.

Malam itupun berlanjut, dengan Nien dan Dim yang menjadi topik pembicaraan. Semuanya dengan semangat membuat dua sejoli itu bersatu dan beberapa tidak sungguh-sunggu melainkan hanya ingin melihat mereka berdua tersipu malu. Ya, Nien begitu malu dengan dirinya malam itu, menganggap mencuri-curi pandang Dim adalah suatu kesalahan besar yang Ia buat, tapi di dalam hati kecilnya, Ia juga senang. Senang karena teman-temannya mendukungnya. Dan berharap Dim juga akan merasakan percikan-percikan kecil dihatinya untuk Nien.

Dim, dengan pembawaannya yang tenang, hanya tertawa kecil melihat kelakuan teman-temannya. Ia menganggap semuanya hanya bercanda, lagipula, ada sosok yang sudah mengisi tempat yang diinginkan Nien dihatinya. Ia hanya menganggap Nien adalah sosok teman yang baik, teman yang lucu, dan tidak lebih dari itu.

"Oh iya! Aku ingat sesuatu yang pernah dikatakan Nien tentang Dim!" Kata salah seorang tamu--teman Nien--tiba-tiba. Sontak saja Nien panik dan segera menduduki kursi plastik disamping temannya itu.

"Tolong jangan katakan!" Kata Nien memelas sambil berusaha menutupi mulut kawannya dengan sekuat tenaga, diikuti sorakan "Katakan Cepat!" dari yang lainnya.

"Nien berkata bahwa Dim sangat tam--"

PRAKK!!!

"..--pan. AW!"

Kursi plastik yang diduduki Nien seketika patah akibat terlalu banyak bergerak. Serpihan-serpihannya terbang ke segala arah. Mengenai anak-anak lainnya, hingga masuk ke dalam teh hangat yang masih utuh. Yang lain tertawa, tapi Nien hanya terduduk menatap kursi patah itu tak percaya sambil merasa malu akan kelakuannya di depan Dim. Dim yang sama sekali tidak pernah betul-betul menatap ke arahnya.

Adegan kursi patah itu seolah memberinya pertanda. Karena hari-hari berikutnya bersama Dim, giliran hatinya yang patah.

You Might Also Like

0 comments