Catatan "Suara" pada Kertas Sobek

Saat mengetik postingan ini saya berada dalam keadaan baik-baik saja. Hanya saja merasa sedikit sakit di bagian telinga, terkhusus membran timpani karena belum begitu terbiasa dengan suara tinggi yang menusuk.

Sore ini, di sebuah kampus besar di wilayah timur, aku duduk sambil mengetik sebuah postingan di lembaran entry blog yang ku anggap sebagai kertas sobek. Di ruangan ini terdapat beberapa anak yang tergabung dalam organisasi paduan suara kampus. Aku sih cuma nunggu teman doang. Jadi duduk-duduk saja sambil menikmati penampilan mereka dengan gratis. Sembari sesekali menghentak-hentakkan kaki dan menggeleng-gelengkan kepala dengan pelan agar tidak terlihat mencolok.

Dengan sedikit sentuhan religius, dihadapanku terdapat Al-Quran yang sesekali ku buka untuk dibaca sambil mendengar suara-suara indah-dan terkadang menusuk-mereka. Sesekali juga ku putuskan untuk keluar ruangan dan menari-nari di sisa-sisa cahaya mentari yang sebentar lagi akan sembunyi, meskipun satpam harus menggiringku pergi.

Sore ini. Harusnya aku bertemu dengan sahabatku. Mmmm.. lebih tepatnya partner deh. Tapi apa mau di kata. Takdir berkata lain. Alih-alih ingin berdiskusi banyak, Ia punya urusan penting nan mendesak hingga ujung-ujungnya aku harus terjebak dalam ruangan ini. Aku gak tersiksa kok tenang aja. Suara mereka bagus dan indah. Aku betah. Serius. Pelatih mereka--Aku menyebutnya Mr. Ok--terlihat sangat Ok dalam balutan kemeja merahnya dan parasnya yang tampan. Siapa yang mengira paras model sepertinya memiliki bakat menyanyi yang menurutku pantas lah ikut ajang menyanyi di Televisi.

Di ruangan ini. Aku duduk. Mencerna suara-suara yang merambat dari pita suara mereka kemudian udara kemudian masuk ke telingaku. Menikmati setiap bunyi, dentingan piano, dan berbagai jenis suara manusia.

Alto, bass, sopran, mezosopran. Apapun itu. Aku menikmatinya. Menuliskannya dalam secarik kertas sobek. Menjadikannya pengalaman baru. Walau tak bisa dipungkiri ada rasa aneh di dada yang ingin merengek membujuk pita suara untuk ikut bergetar dan bergabung dengan suara-suara harmonis di sekelilingku. Sebenarnya, Aku ini penyanyi, jika mau. Tapi sayangnya aku buta nada. Intinya.. aku manusia semau-mauku. *apasih*

Beberapa menit yang lalu aku merasa sesak di dada. Kali ini bukan aneh lagi, tapi sesak. Dan aku tahu kenapa. Apalagi saat itu suara beberapa oktaf tengah menggema di ruangan ini. Aku melihat mulut mereka terbuka lebar dan aku tahu ini konyol, tapi aku merasa sesak. Karena aku tahu kapasitasku dalam bernyanyi jauh di bawah mereka. Mendengar mereka bersatu membuatku seperti menciut bak tikus kecil yang mengambil bagian dengan mencicit malu-malu.

Hmmm..

Sore ini, di ruangan ini. Aku, Zarah Arwieny Hanami, tidak tertarik bergabung di paduan suara.

You Might Also Like

0 comments