Tragedi Sendal Putus dan Peningkatan Pigmen Melanin!

Hoams!

Selamat pagi. Angin sepoi-sepoi di musim penghujan seperti ini bisa bikin Zarah menguap lima kali setiap satu menit. Bikin cowok-cowok il-feel meskipun Zarah gak gitu peduli sih. Hahaha. Ya.. maklumin aja yah, manusia pada hakikatnya akan cepat merasa ngantuk saat udara sejuk. So, manusiawi kan. Apalagi, Zarah abis menghadapi minggu-minggu terberat dalam semester 3. But itulah esensi sebagai seorang mahasiswa. Kita harus tetap teguh dan fighting 'till the end! [Chins up] [Senyum-senyum optimis]


Anyway, pada pokok bahasan blog kali ini Zarah mau cerita tentang pengalaman Zarah sampai-sampai kenapa blog ini harus bikin postingan berjudul absurd  tentang sendal putus dan pigmen melamin segala. Hoehehe..


[Naik mesin waktu ke beberapa minggu yang lalu]

Hari Sabtu pagi pukul 06.00. Hawa dingin merasuki kulit melalui sela-sela kumpulan benang. Aku menjadi orang pertama yang melihat indahnya matahari mengintip malu-malu ke pelataran kampus. Mengusir embun pagi yang tengah menari-nari tanpa bermaksud membuatnya tersinggung. Pagi itu kami akan menjalani praktikum, mengukur tanah. 


Selamat Pagi Kampus! Taken at 06:00am


Awalnya terdengar mudah, kita membuat patok dan kemudian menyetel alat lalu mulai mengukur. Tapi tak semudah yang dibayangkan. Medan-medan yang harus dilalui berupa hutan-hutan dan jarak dari patok satu dan patok selanjutnya lumayan jauh. Belum lagi, matahari tak tanggung-tanggung merambatkan cahayanya. Peluh yang tadinya tak terasa kian membanjiri kaos kami sampai-sampai tubuh berteriak dehidrasi.

Aku dan kawan-kawan tetap bertahan. Berusaha menikmati pengalaman baru menggunakan Theodolit dan Waterpass yang jarang-jarang bisa kami gunakan. Mendirikan statip (kaki tiga), memasang unting-unting hingga ketengah patok, memegang rambu ukur, mengatur fokus, bergelut dengan nivo, hingga mengamati benang-benang pada lensa yang sebelumnya sering kulihat pada layar monitor ketika bermain Counter Strike

Membutuhkan waktu beberapa hari untuk menyelesaikan praktikum. Meskipun harus pergi pagi pulang maghrib sampai-sampai harus diusir sama pak satpam. Sebagai wanita tangguh aku tidak menyerah walau hati kadang mengeluh manja. Toh, inilah resiko masuk di Fakultas Teknik.


Maghrib! Waktunya pulang..


Banyak pengalaman yang aku dapatkan dari praktikum ini, walau harus diakui kalau perhitungan pengolahan datanya tidak semudah menekan sakelar lampu. Kerjasama tim dan kesetiakawanan sangat diuji pada praktikum, kesetaraan gender dijunjung, dan aku bisa sekaligus mengasah kemampuan fotografiku. Mengeskplor setiap detail halaman kampus yang benar-benar natural dan seperti berada di alam bebas.

Nah hubungan dengan judul postingan ini adalah, Sepanjang praktikum aku memiliki masalah dengan sendal yang membuatku kadang-kadang harus berjalan seperti zombie (menyeret-nyeret kaki). Salahku juga lebih memilih sendal jepit yang praktis dibandingkan dengan sepatu. Alhasil, sendalku putus berkali-kali dan pigmen melanin pada kulitku kian meningkat. Mengubah kulit kuning langsatku menjadi sawo matang overcook. (-_-) Dengan setengah belang pada kaki yang tertutupi sebagian sendal jepit, Memalukan.




Sebelum mengakhiri postingan ini, Zarah mau menguploud beberapa gambar lagi.




Theodolit berdiri dengan anggun. Sedangkan gue udah tepar di bawahnya



Early morning buat ngukur lagi. With my team mate dengan wajah baru bangun. We didnt have enough sleep, but keep fight!

Zarah rasa sekian dulu postingan kali ini. Zarah bakal ngeposting lagi as soon as possible, mumpung libur nih! Hehe. Jika ada yang mau bertanya tentang  cara kerja dan perhitungan Theodolith atau Waterpass boleh kok! Inshaa Allah, Zarah akan membantu semampu Zarah.

Wassalamualaikum!

You Might Also Like

0 comments