Menapaki Bencana Alam

Tuhan marahkah kau padakuInikah akhir duniakuKau hempaskan jarimu di ujung bandaTercenganglah seluruh dunia
Masih ingat lagu ini? Lagu yang khusus dinyanyikan ketika tawa canda anak kecil dan percakapan akrab warga banda Aceh digantikan dengan teriakan histeris memohon ampun dan meminta tolong. Ya, 24 Desember 2004 merupakan hari di mana seluruh mata penduduk Indonesia meneteskan air mata, hati memekik iba dan tangan-tangan mereka yang terulur. Ketika media menampilkan ribuan gambar dan video tentang ombak besar yang menyapu pemukiman dan populasi manusia di tanah banda. Aceh terkena bencana tsunami dan tak ada satu pun manusia yang menyangka hal itu akan terjadi.
Ingatkah kau? Ketika Gunung Krakatau tak tahan lagi untuk tetap diam? Mendekap sebagian bumi dengan selimut abu-abu. Ingat kah kau? Ketika Gunung merapi di Yogyakarta memuntahkan isi perutnya? Menyelimuti kota seni dengan kepanikan, membuat manusia-manusia berbondong-bondong menyelamatkan diri? Meski tak ayal, ada saja yang harus meregang nyawa. Tak bisa kah kalian melihat? Ibukota yang selalu di elu-elukan, menjadi daerah yang dengan mudah tergenang oleh air saat hujan tiba? Menimbulkan wabah penyakit dan merendam rumah-rumah warga.

http://sin.stb.s-msn.com/i/F8/A799EDEC3F43BFA8648C23BC88FBC.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoeD6Yi4AUpave0zqmQXTK1pPtbOU_cCzWtSSnYlTnEFDlBUu-I4bit_e4vuW4knH-6BclTnmdRIvySTdcycAHtxJVHC2FF2dYm9PmkMrvTFVrnXv29ryO4Ezp4gWXNLJqY2c74TW_HefI/s1600/krakatau.jpg

Siapa yang salah?
Memang, menurut data PBB untuk UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction), Indonesia merupakan negara paling rawan bencana di dunia, terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia: Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik serta merupakan negara yang berada di dalam lingkungan cincin api. Siapa sangka? Di balik keindahan wisata alam dan eksotisme budaya Indonesia, kita di hadapkan pada fakta bahwa bencana sangat rawan terjadi di bumi khatulistiwa. Banjir bandang, gunung meletus, gempa bumi, longsor bahkan tsunami sudah menjadi ancaman bahkan pemandangan di negara miniatur dunia ini. Bangunan yang runtuh dan porak poranda, serta jeritan para korban. Tim penolong yang selalu di kerahkan serta para dermawan yang mengulurkan tangan semua jadi satu menghiasi bencana alam di bumi pertiwi.
Jadi benarkah yang salah adalah Indonesia dan letak geografisnya? Tidak. tidak. tidak sepenuhnya.
Coba tengok lirik lagu lanjutan dari lagu di atas:
Tuhan mungkin Kau abaikanTak ku dengarkan peringatanKusakiti engkau sampai perut bumiMaafkan kami ya robbi
Ya, Manusia sebagai seorang makhluk ciptaan Tuhan yang dibebankan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini tentunya memegang andil besar atau tanggungjawab besar dari bencana yang terjadi. Seperti dalam Firman Allah SWT dalam surah Ar-Ruum ayat 41 :

         ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).”

Beberapa bencana alam seperti banjir dan tanah longsor diakibatkan oleh ulah manusia yang mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Merusak struktur dan kesuburan tanah, mendirikan pemukiman di daerah rawan, mengurangi daerah resapan air atau lahan terbuka hijau, membuka hutan untuk pemukiman serta mengotori drainase atau saluran air dengan limbah. Sungguh, bencana itu tak akan datang apabila tak ada sebab. Tuhan menegur kita dari kelalaian, agar kita bisa berubah agar lebih menjaga lingkungan di sekitar, memperbaiki dan menjadikannya pelajaran untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi di masa yang akan datang. Apalagi, letak geografis Indonesia dalam zona tidak "aman", baik dari aktivitas tektonik maupun vulkanik.

Bencana alam yang terjadi bukan semata-mata menjadi musibah, ingatlah bahwa akan selalu ada hikmah di balik semuanya. Ada sisi positif dan negatif. Benar jika dikatakan bahwa bencana mengakibatkan kerugian baik secara jasmani, rohani maupun materi. Tak sedikit manusia-manusia berdosa maupun tak berdosa yang berguguran karena tertimpa bencana, menimbulkan cacat fisik, shock, trauma serta depresi secara rohani dan kemiskinan secara materi. Namun, harus dibenarkan juga jika ada sisi positif yang Tuhan siapkan untuk kita. Tuhan yang Maha Adil dan Maha Pemurah, menyuburkan tanah kembali melalui abu vulkanik akibat letusan gunung berapi, membersihkan saluran-saluran air dari sampah, menumbuhkan rasa empati terhadap sesama manusia yang sedang di timpa kesusahan, serta menjadikan pembelajaran agar manusia senantiasa bertaubat kepada Yang Maha Kuasa. Seperti dalam Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 159-160

        "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati pula oleh semua mahluk yang dapat mela'nati kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan kebenaran, maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang."

Bencana yang terjadi sejatinya adalah proses penyeimbangan oleh alam. Alam yang sudah penat dan merasa terbebani, mencoba membenahi diri sendiri. Sifat alam yang selalu dinamis menuntut para manusia sebagai komponen biotik di ekosistem untuk mempunyai bekal saat menghadapi alam yang sedang mencari keseimbangannya kembali. Bekal tersebut adalah pengetahuan potensi bencana dan pembekalan dengan sosialisasi maupun simulasi penyelamatan diri saat terjadi bencana--yang masih sangat lemah penerapannya di Indonesia.

Menurut logika penulis, dan nampaknya memang sudah jelas bahwa apabila setiap warga Indonesia telah memiliki wawasan mengenai penyelamatan diri saat terjadinya bencana yang dapat datang kapan saja, tentunya akan meminimalisir jumlah korban jiwa serta mengurangi efek trauma dan depresi karena bencana alam. Dalam hal ini, pemerintah dan segala pihak yang terkait harus berusaha dalam memaksimalkan pembekalan tersebut. Namun, pembekalan yang diberikan juga harus dilakukan sedini mungkin karena masyrakat Indonesia yang jumlahnya cukup besar memerlukan waktu untuk belajar mengenai edukasi bencana dengan waktu yang cukup lama. Hal ini dibutuhkan agar, masyarakat bisa betul-betul siap menghadapi bencana alam yang akan terjadi. Selain itu, hal penting yang sepatutnya dilakukan oleh manusia itu sendiri adalah menerapkan sifat ramah lingkungan dan lebih memerhatikan lingkungan tempat tinggalnya dengan menjaga keseimbangan alam agar aktivitas manusia yang cenderung mengeksploitasi tidak berat sebelah. Kemudian, dalam bidang pembangunan, sebaiknya diterapkan pembangunan berkonsep antisipasi terhadap bencana alam. Seperti misalnya di Indonesia khususnya dikota-kota yang rawan terkena gempa diterapkan konsep bangunan tahan gempa. Agar bangunan-bangunan akan tetap kokoh meskipun bencana gempa bumi terjadi. 

Jika hal-hal tersebut dapat terwujud dalam masyarakat, tentunya bencana alam bukanlah hal yang terlalu menakutkan lagi bagi masyarakat dan secara perlahan mereka mulai berdamai dengan bencana alam. Ibarat pahlawan yang berdamai dengan musuhnya. Bahkan dapat bekerja sama dengan melihat sisi-sisi positif dari bencana alam yang terjadi tersebut.

http://www.litteraction.org.uk/images/groups/413/love-where-you-live.jpg

Akhir kata, penulis mengimbau agar kita bisa berdamai dan lebih siap dengan kehadiran bencana alam, karena hal itu tak dapat dipungkiri akan terjadi sewaktu-waktu. Ingatlah, bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya melebihi batas kemampuan hamba-Nya. Wassalamualaikum!

---

Sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami.shtml

*Entry ini disertakan untuk lomba blog kebencanaan 2014

You Might Also Like

1 comments

  1. salam kenal, dimanapun kita berpijak kita harus bersyukur karena disitulah rahmat dari Allah diberikan, yang pasti kita harus tanggap terhadap gejolak alam dengan hidup berdamai dan selaras dengannya

    ReplyDelete