Because I Will Never Be Like Them.

Well.. Saat aku menulis post ini, bukan berarti aku sedang menangis. Bukan berarti aku sedang merengek dan bukan berarti aku sedang merengut.

Ketika kepala bersinergi dengan perut yang bergejolak, serta perasaan yang tak menentu bak konduktor yang menghantarkan pikiran negatif. Menolak? Sulit rasanya. Tapi pikiran itu tak bisa dipungkiri memang memiliki nilai kebenaran.

I will never be like them.

Itu yang pertama muncul dalam benakku ketika duduk lesu dalam angkot. Suara-suara tak sabar dan excited mulai membuatku termenung. Rencana liburan lagi. Lagi-lagi liburan. Itu yang benar-benar menggangguku.

Bukan apanya. Sudah pasti sulit bagiku untuk bisa ikut bersama mereka. Aku tidak menyalahkan siapapun. Ini juga bukan soal materi. Aku tidak ingin menyalahi takdir mengapa kehidupanku seperti ini. Yang aku tahu adalah aku tidak seperti mereka, terikat dan masih terlindungi secara utuh. Beda and never be like them.

Cemburu? Itu manusiawi dan aku tidak mau munafik untuk tidak mengakuinya. Risih? Ya selalu. Terkucilkan? Apalagi. Tapi aku tetap bersyukur karena itu sebagai sebuah tanda bahwa aku masih dilingkupi kasih sayang walau dalam kadar yang lebih.

Satu perkataan tidak mendamaikan aku terima beberapa jam tadi. Dan mengganggu pikiranku lagi hari ini. Membuatku mual, ingin menangis, ingin cerita tapi tak sanggup. Meskipun, seorang yang telah ku anggap kakak sudah bersedia mendengarkan. Jangan. Aku takut menangis di depan umum. Cukup untuk menghilangkan citraku sebagai perempuan tangguh. Hiperbola ya? Tapi itu apa adanya. Jadi kuputuskan untuk bercerita denganmu readers.

Aku akan cerita. Namun sedikit memodifikasi agar tidak terlalu Based-On-True-Story. Sebut saja dia Joker. Aku Batman! Yah terserahlah.

Saat itu aku tengah mendatangi Joker secara baik-baik disebuah ruangan yang dirancang khusus dengan komputer-komputer canggih yang bahkan belum ditemukan pada abad ini (Abaikan). Ia duduk disalah satu kursi diruangan sambil mengetikkan sesuatu dikeyboard dan dikelilingi dengan para bawahannya.

"Joker, apa yang kau kerjakan?"

Ia diam. Menatapku dengan tatapan yang sangat kubenci. Lalu kembali mengetikkan sesuatu.

"Kubilang, apa yang kau lakukan? Membuat semacam daftar kegiatan kejahatan, huh?" Tanyaku lagi.

Ia mengangkat alisnya, "Apa pedulimu? Kau tidak usah tahu. Karena sampai kapanpun aku yakin kau tidak akan bergabung denganku!"

Kurang lebih seperti itulah ceritanya. Sejak Joker berkata seperti itu (Maksudku bukan joker sebenarnya ya), aku yang notabennya talkative menjadi speechless dan seandainya inisiatifku untuk menahan emosi tidak muncul, jangan salahkan kalau aku sudah Punch You Right On The Face.

Satu kalimat. Aku sudah tidak dianggap disini. Dalam kategori kesenangan. Ya.

Sebenarnya, aku tidak ingin dendam. Tapi dengan tingkah lakunya selama ini jangan salahkan jika simpati dan respectku sudah hilang ditiup angin. Meskipun pada kenyataannya derajat atau kedudukannya memang lebih tinggi dariku! (Bukan dalam konteks sebagai manusia/hamba Allah ya!)

Dan masih banyak hal sebenarnya yang membuat keadaanku diterpa ombak hingga terombang-ambing tak jelas dan benar-benar mengganggu. Tak bisa kucerita lagi.

Mungkin ketika aku mengakhiri post ini, aku sudah kembali menatap buku dan otakku mencoba melupakan meski hati tetap mencabik dirinya sendiri.

You Might Also Like

3 comments

  1. "that feelin when u're not important for ur friends as they are important to you". hah saya jg sering kayak gini. btw nice blog!:) komen balik yaa hendrifahrezi.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Cerita yg emang g jarang dialami orang, kayanya aku pernah deh ngerasain yg kaya gini :'
    Never be like them, it means always be yourself is better than :)

    ReplyDelete
  3. Ketika semua ngerasain yaa hehe. Sip Hendri!

    ReplyDelete